Sabtu, 29 Maret 2008

ASFIKSIA


By : Sutrisno, S.Kep, Ns

A. Pengertian
Menurut Hanifa Wiknjosastro (2002) asfiksia neonatorum didefinisikan sebagai keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Asfiksia Neonatus adalah suatu keadaan dimana saat bayi lahir mengalami gangguan pertukaran gas dan transport O2 dan kesulitan mengeluarkan CO2 (A.H Markum, 2002).

B. Etiologi
Etiologi secara umum dikarenakan adanya gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 dari ibu ke janin, pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir.
1. Faktor ibu
§ Hipoksi ibu, oksigenasi darah ibu yang tidak mencukupi akibat hipoventilasi selama anestesi, penyakit jantung sianosis, gagal pernafasan, keracunan karbon monoksida, tekanan darah ibu yang rendah.
§ Penyakit pembuluh darah yang menganggu aliran darah uterus, kompresi vena kava dan aorta saat hamil, gangguan kontraksi uterus, hipotensi mendadak akibat perdarahan, hipertensi pada penyakit eklampsia.
§ Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
§ Gravida empat atau lebih
§ Sosial ekonomi rendah
2. Faktor plasenta
§ Plasenta tipis
§ Plasenta kecil
§ Plasenta tak menempel
§ Solusio plasenta
§ Perdarahan plasenta

3. Faktor janin / neonatus
§ Kompresi umbilikus
§ Tali pusat menumbung, lilitan tali pusat
§ Kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir
§ Prematur
§ Gemeli
§ Kelainan congenital
§ Pemakaian obat anestesi
§ Trauma yang terjadi akibat persalinan
4. Faktor persalinan
§ Partus lama
§ Partus tindakan

C. Patofisiologi
Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen selama kehamilan / persalinan, akan terjadi asfiksia. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan ini dapat reversible atau tidak tergantung dari berat dan lamanya asfiksia. Asfiksia ringan yang terjadi dimulai dengan suatu periode apnoe, disertai penurunan frekuensi jantung. Selanjutnya bayi akan menunjukkan usaha nafas, yang kemudian diikuti pernafasan teratur. Pada asfiksia sedang dan berat usaha nafas tidak tampak sehingga bayi berada dalam periode apnoe yang kedua., dan ditemukan pula bradikardia dan penurunan tekanan darah.
Disamping perubahan klinis juga terjadi gangguan metabolisme dan keseimbangan asam dan basa pada neonatus. Pada tingkat awal menimbulkan asidosis respiratorik, bila gangguan berlanjut terjadi metabolisme anaerob yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh pada hati dan jantung berkurang. Hilangnya glikogen yang terjadi pada kardiovaskuler menyebabkan gangguan fungsi jantung. Pada paru terjadi pengisian udara alveoli yang tidak adekuat sehingga menyebabkan resistensi pembuluh darah paru. Sedangkan di otak terjadi kerusakan sel otak yang dapat menimbulkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya.


D. PATHWAYS
Unknown

E . Manifestasi klinik
1. Pernafasan cuping hidung
2. Pernafasan cepat
3. Tidak bernafas
4. Nadi cepat
5. Cyanosis
6. Nilai APGAR kurang dari 6

Untuk menilai tingkat asfiksia: asfiksia berat, sedang atau ringan bahkan normal dapat dipakai penilaian dengan APGAR score.
Klasifikasi klinik nilai APGAR:

1. Asfiksia berat ( nilai APGAR 0-3)
Memerlukan resusitasi segera secara aktif, dan pemberian oksigen terkendali. Karena selalu disertai asidosis, maka perlu diberikan natrikus bikarbonat 7,5% dengan dosis 2,4 ml per kg berat badan, dan cairan glucose 40%1-2 ml/kg berat badan, diberikan via vena umbilikalis.



2. Asfiksia sedang (nilai APGAR 4-6).
Memerlukan resusitasi dan pemberian oksigen sampai bayi dapat bernafas kembali.

3. Bayi normal atau asfiksia ringan ( nilai APGAR 7-9).

4. Bayi normal dengan nilai APGAR 10
Asfiksia berat dengan henti jantung, dengan keadaan bunyi jantung menghilang setelah lahir, pemeriksaan fisik yang lain sama dengan asfiksia berat.

F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Analisa gas darah ( PH kurang dari 7,20 )
2. Penilaian APGAR Score meliputi (Warna kulit, frekuensi jantung, usaha nafas, tonus otot dan reflek)
3. Pemeriksaan EEG dan CT-Scan jika sudah timbul komplikasi
4. Pengkajian spesifik

G. Penatalaksanaan
Tujuan utama mengatasi asfiksia adalah untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan membatasi gejala sisa (sekuele) yang mungkin timbul di kemudian hari.Tindakan yang dikerjakan pada bayi lazim disebut resusitasi bayi baru lahir.
Sebelum resusitasi dikerjakan, perlu diperhatikan bahwa:
1. Faktor waktu sangat penting. Makin lama bayi menderita asfiksia, pertumbuhan homeostasis yang timbul makin berat. Resusitasi akan semakin sulit dan kemungkinan timbulnya sekuele akan meningkat
2. Kerusakan yang timbul pada bayi akibat anoksia/ hipoksia antenatal tidak dapat diperbaiki, tetapi kerusakan yang akan terjadi karena anoksia/hipoksia paska natal harus dicegah dan diatasi.
3. Riwayat kehamilan dan persalinan akan memberikan keterangan yang jelas tentang faktor penyebab terjadinya depresi pernafasan pada bayi baru lahir
4. Penilaian bayi baru lahir perlu dikenal baik, agar resusitasi yang dilakukan dapat dipilih dan ditentukan secara cepat dan tepat.

Prinsip dasar resusitasi yang perlu diingat adalah:
1. Membersihkan lingkungan yang baik pada bayi dan mengusahakan saluran pernafasan tetap bebas serta merangsang timbulnya pernafasan, yaitu agar oksigenasi dan pengeluaran CO2 berjalan lancar.
2. Memberikan bantuan pernafasan secara aktif pada bayi yang menunjukkan usaha pernafasan lemah.
3. Melakukan koreksi terhadap asidosis yang terjadi
4. Menjaga agar sirkulasi darah tetap baik.

Tindakan Umum:
1. Pengawasan suhu tubuh
Pertahankan suhu tubuh agar bayi tidak kedinginan, karena hal ini akan memperburuk keadaan asfiksia.Bayi baru lahir secara relative banyak kehilangan panas yang diikuti oleh penurunan suhu tubuh. Penurunan suhu tubuh akan mempertinggi metabolisme sel sehingga kebutuhabn oksigen meningkat. Perlu diperhatikan agar bayi mendapat lingkungan yang hangat segera setelah lahir. Jangan biarkan bayi kedinginan (membungkus bayi dengan kain kering dan hangat), Badan bayi harus dalam keadaan kering, jangan memandikan bayi dengan air dingin, gunakan minyak atau baby oil untuk membersihkan tubuh bayi. Kepala ditutup dengan kain atau topi kepala yang terbuat dari plastik

2. Pembersihan jalan nafas
Saluran nafas atas dibersihkan dari lendir dan cairan amnion dengan pengisap lendir, tindakan ini dilakukan dengan hati- hati tidak perlu tergesa- gesa atau kasar. Penghisapan yang dilakukan dengan ceroboh akan timbul penyulit seperti: spasme laring, kolap paru, kerusakan sel mukosa jalan nafas. Pada asfiksia berat dilakukan resusitasi kardiopulmonal.

3. Rangsangan untuk menimbulkan pernafasan
Bayi yang tidak memperlihatkan usaha bernafas selama 20 detik setelah lahir dianggap telah menderita depresi pernafasan. Dalam hal ini rangsangan terhadap bayi harus segera dilakukan. Pengaliran O2 yang cepat kedalam mukosa hidung dapat pula merangsang reflek pernafasan yang sensitive dalam mukosa hidung dan faring. Bila cara ini tidak berhasil dapat dilakukan dengan memberikan rangsangan nyeri dengan memukul kedua telapak kaki bayi.

4. Therapi cairan pada bayi baru lahir dengan asfiksi
a.Tujuan Pemberian Cairan untuk Bayi Baru Lahir dengan asfiksia
1. Mengembalikan dan mempertahankan keseimbangan cairan
2. Memberikan obat- obatan
3. Memberikan nutrisi parenteral
b. Keuntungan dan kerugian therapy Cairan
Keuntungan :
1. Efek therapy segera tercapai karena penghantaran obat ketempat target berlangsung cepat
2. Absorbsi total, memungkinkan dosis obat lebih tepat dan therapy lebih dapat diandalkan.
3. Kecepatan pemberian dapat dikontrol sehingga efek therapy dapat dipertahankan maupun dimodifikasi.
4. Ras sakit dan iritasi obat- obat tertentu jika diberikan intramuscular dan subkutan dapat dihindari.
5. Sesuai untuk obat yang tidak dapat diabsorpsi dengan rute lain karena molekul yang besar, iritasi atau ketidakstabilan dalam traktus gastrointestinal.
Kerugian :
1. Resiko toksisitas/anapilaktik dan sensitivitas tinggi
2. Komplikasi tambahan dapat timbul :
§ Kontaminasi mikroba melalui sirkulasi
§ Iritasi vaskuler ( spt phlebitis )
§ Inkompabilitas obat dan interaksi dari berbagai obat tambahan.

c.Peran Perawat terhadap Therapi Cairan pada bayi baru lahir dengan asfiksia
1. Memastikan tidak ada kesalahan maupun kontaminasi cairan infuse maupun kemasannya.
2. Memastikan cairan infuse diberikan secara benar (pasien, jenis cairan, dosis, cara pemberian dan waktu pemberian)
3. Memeriksa kepatenan tempat insersi
4. Monitor daerah insersi terhadap kelainan
5. Mengatur kecepatan tetesan sesuai dengan program
6. Monitor kondisi dan reaksi pasien



DAFTAR PUSTAKA


1. A.H Markum, (2002). Ilmu Kesehatan Anak, Jakarta: FKUI.

2. Arif Ridwan & Iman Fathurrohman W. (1997). Referensi Ilmu Kesehatan Anak. Edisi ke-2. Bandung.

3. Berhman, Kliegman & Arvin, (1996), Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Alih Bahasa Samik Wahab. Jilid I, Jakarta: EGC.

4. http: // www.pediatrik.com/kanal.Php?pg=karyailmiah&id=03.

5. http : //www.Suaramerdeka.Com/harian/0308/11/ragam5.htm.

6. Mochtar, Rustam, (1998), Sinopsis Obstetri: Obstetri Patologi, Edisi 2, Jakarta: EGC.

7. Persis Mary Halminton, (1999), Dasar- dasar Keperawatan Maternitas Edisi 2, Jakarta: EGC

8. Staf Pengajar IKA FKUI, (1995), Ilmu Kesehatan Anak Jilid 3, Jakarta: IKA FKUI.

9. Purnawan, J dkk, (1998) Kapita Selekta Kedokteran, Edisi2, Jakarta: Media Aeusculapius FKUI.

10. PT Otsuka Indonesia. (2003). Pemberian Cairan Infus. Edisi revisi VIII.

11. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, (2002), Ilmu Kebidanan, Jakarta: JNPKKR-POGI

12. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, (2002), Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta: JNPKKR- POGI

13. Arif Ridwan & Iman Fathurrohman W. (1998). Referensi Ilmu Kesehatan Anak. Edisi ke-2. Bandung.

Durasi <24 pg="karyailmiah&id=">

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Goood.... Thanks bro...

Anonim mengatakan...

Ok.........